Beli Tanah Berujung Sengketa Dan Kehilangan Tanahnya
Ringkasan
Membeli tanah haruslah diteliti dengan cermat surat tanah dari si penjual meskipun sudah lama kenal baik dan menyaksikan sendiri bahwa selama ini si penjual yang menguasasi tanah tersebut. Ini bukan berarti si penjual memiliki legal standing/alas hak/kapasitas untuk mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain.
Bilapun jual beli harus dilakukan karena beberapa alasan, pastikan dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. Setelahnya segera urus surat-suratnya agar kepemilikan tanah yang dibeli sah dan mengikat kepada pihak ketiga.
Dalam hal jual beli telah dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang, maka si pembeli telah memposisikan dirinya sebagai pembeli dengan itikad baik.
Maka berdasarkan SEMA No 7 tahun 2012 yang mengemukakan bahwa “Perlindungan harus diberikan kepada pembeli yang itikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak (obyek jual beli tanah). ”Pemilik asal pembeli lainnya hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada Penjual yang tidak berhak".
Disamping itu berlaku masa daluarsa 5 tahun sesuai Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu sebagai berikut:
“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut".
Dibawah ini adalah contoh nyata kasus jual beli tanah (landreform) dari penjual yang tidak berhak disebabkan surat izin penguasaan terhadap tanah tersebut telah kadaluarsa pada saat jual beli terjadi dan tidak diperpanjang.
Posisi kasus
-Tahun 1969 LT membeli sebidang tanah dari MN seluas 10,000M2 terletak di Deli Tua. Dasar MN menjual adalah Surat Akta Pemindahan Hak yang dibuat oleh pejabat berwenang dari penjual pertama kepada MN.
-Tahun 1993 LT meninggal dunia. Setelah itu tidak ada satupun ahli waris LT yang menguasai tanahnya. Tahun 2014 DBM istri alm. LM meninggal dunia.
-Sementara itu, tahun 2010 diatas tanah tersebut telah mulai dibangun sebuah komplek perumahan oleh perusahaan developer.
-Tahun 2020 para ahli waris mengklaim bahwa tanah seluas 10,000M2 tersebut adalah milik mereka dan kemudian mengajukan gugatan terhadap perusahaan developer di Pengadilan Negeri Medan.
Putusan Pengadilan
-Menolak gugatan tersebut dengan pertimbangan bahwa Surat Akta Pemindahan Hak tersebut hanya merupakan pemindahan hak garap. Sementara itu pada saat LT menyerahkan hak garap kepada MN diketahui jangka waktu hak garap telah berakhir namun tidak diperpanjang oleh LT. Dalam hal ini LT tidak memiliki kewenangan untuk mengalihkan kepada pihak lain.
-Selain alasan tersebut, dalam persidangan di Pengadilan tidak terdapat bukti-bukti yang menunjukkan LT dan ahli warisnya menguasai, mengusahai, menggarap tanah tersebut;
-Akan tetapi disisi lain, perusahaan developer sebagai pihak Tergugat berhasil membuktikan bahwa pihaknya memperoleh hak atas tanah tersebut secara sah yaitu: Ada akta pengalihan hak yang dibuat dihadapan PPAT, ada proses pengajuan perolehan hak sesuai prosedur yang berlaku di BPN, dan bukti pemeriksaan saksi-saksi mendukung adanya hak-hak Tergugat.
----
Catatan: Tidak ada satupun kasus / perkara yang sama dengan permasalahan yang sedang anda / orang lain hadapi. Contoh diatas hanyalah sebagai pengetahuan umum saja. Silahkan hubungi Pengacara anda untuk mendapatkan solusi terhadap permasalahan spesifik anda.