Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Istri mau cerai tapi suami tidak mau

Istri mau cerai tapi suami tidak mauIstri mau cerai tapi suami tidak mau

"Istri mau cerai tapi suami tidak mau", adalah salah satu permasalahan yang dihadapi sebagian orang terutama pihak istri yang ingin menggugat cerai suami. Menjawab pertanyaan Istri mau cerai tapi suami tidak mau akan dijawab dalam artikel dibawah ini, lengkap dengan panduan langkah-langkah yang harus diikuti agar gugatan perceraian di pengadilan dikabulkan. Jangan lewatkan artikel ini karena dibuat oleh praktisi hukum pengacara perceraian yang berpengalaman menangani kasus-kasus gugatan perceraian di pengadilan agama dan pengadilan negeri.

Apabila istri berkehendak bercerai namun suami menolak, untuk menjawab permasalahan ini pertama-tama perlu diketahui terlebih dahulu agama dari pasangan suami istri tersebut sebab ini berkaitan dengan pengadilan mana yang berwenang. 

Bagi pasangan yang beragama Islam, pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara perceraian adalah pengadilan agama. Sedangkan bagi pasangan yang beragama selain Islam, maka pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara perceraiannya adalah pengadilan negeri.

Berikut adalah enam langkah guna menyelesaikan permasalahan tersebut diatas dan sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana mengetasi persoalan hukum"Istri mau cerai tapi suami tidak mau", :

Langkah Pertama. Sebelum pasangan memutuskan untuk mengajukan perceraian di pengadilan, sebaiknya menempuh langkah musyawarah keluarga yang bertujuan untuk merukunkan kembali pasangan suami istri tersebut. Musyawarah keluarga sebaiknya dilaksanakan oleh orang tua suami dan orang tua istri dan keluarga dekatnya seperti kakak, adik, paman atau keluarga dekat lainnya.

Penting dicatat bahwa upaya merukunkan kembali / musyawarah keluarga merupakan salah satu point penting yang akan dinilai oleh majelis hakim dalam mengadili perkara perceraian. Apabila upaya musyawarah keluarga belum dilakukan dan juga apabila bukti-bukti lain tidak cukup kuat, maka gugatan perceraian berpotensi tidak dikabulkan. Oleh karena itu, menjadi penting melakukan musyawarah keluarga terlebih dahulu sebagaimana diuraikan diatas.

Langkah Kedua. Pastikan alasan yang diajukan sebagai dasar mengajukan gugatan perceraian memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (biasa disebut PP No. 9 Tahun 1975) khususnya pasal 19 yaitu sebagai berikut:

  • a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; 
  • c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; 
  • e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; 
  • f. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.
Sedangkan bagi mereka yang beragama Islam, selain alasan-alasan tersebut diatas, terdapat alasan-alasan tambahan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 116 yaitu:
  • g. Suami melanggar taklik talak;
  • h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga;
Catatan Penting: Khusus bagi pasangan yang beragama Islam yang ingin mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama dengan alasan pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 yaitu  dengan alasan antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, perlu diketahui bahwa Mahkamah Agung telah mengeluarkan SEMA No. 3 Tahun 2023 yang isinya menyatakan bahwa "Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT."

Langkah Ketiga. Persiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan gugatan perceraian, yaitu: 

  • Asli Buku Nikah bagi yang beragama Islam; atau 
  • Kutipan Akta Perkawinan yang diterbitkan oleh Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil bagi selain Islam, ditambah Surat Keterangan Pernikahan yang dikeluarkan oleh Pemuka Agamanya;
  • KTP
  • Kartu Keluarga
  • Akta Kelahiran Anak (bila sudah ada anak)
Langkah Keempat. Meminta kesediaan dari orang tua (ayah/ibu), kakak, adik, paman, tetangga, teman yang mengetahui sendiri permasalahan dalam rumah tangga pasangan suami istri untuk menjadi saksi. Saksi cukup 2 (dua) orang, kombinasi saksi yang baik yaitu 1 (satu) orang saksi dari keluarga dekat, dan 1 (satu) orang saksi dari tetangga atau teman. Namun dalam praktik bisa juga Ibu kandung dan saudara kandung.

Langkah Keenam. Ajukan gugatan perceraian ke Pengadilan dan ikuti proses persidangan-persidangan hingga selesai. Tahapan terpenting dalam mengajukan gugatan perceraian adalah :
  1. Gugatan diajukan ke Pengadilan yang berwenang;
  2. Surat gugatan cerai harus disusun sedemikian rupa sesuai dengan hukum acara yang berlaku yang terdiri dari: Penyebutan Identitas Para Pihak, Dasar / dalil-dalil / alasan-alasan Gugatan dan Menguraikan hubungan hukum dan kronologi rumah tangga (Posita), menyebutkan Tuntutan Yang Diminta dan menyebutkan Putusan yang diminta (Petitum). Khusus di Pengadilan Agama harus dibedakan antara Cerai Talak dengan Cerai Gugat.
  3. Menghadiri sidang mediasi;
  4. Menghadiri dan menyelesaikan sidang pembacaan gugatan, jawaban, replik, duplik;
  5. Mengajukan bukti-bukti surat dan bukti saksi-saksi yang relevan dengan dalil-dalil gugatan;
  6. Menghadiri sidang pembacaan putusan;
Salah satu point paling penting dalam Langkah Keenam adalah peran saksi-saksi yang harus bisa membuktikan melalui keterangan/kesaksiannya yang relevan/bersesuaian dengan dalil-dalil/alasan-alasan gugatan perceraian.

Kami berkeyakinan dengan dipenuhinya ke enam langkah tersebut diatas maka gugatan perceraian akan dikabulkan meskipun suami tidak mau bercerai. Dasar keyakinan kami adalah berpedoman kepada ketentuan pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi: "Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Artinya apabila kehendak untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sebagaimana dimaksud pasal tersebut diatas hanya datang dari satu pihak yaitu pihak suami saja, sedangkan pihak istri sudah tidak bersedia lagi melanjutkan lagi rumah tangganya maka tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal tidak akan tercapai. Dengan demikian cukup beralasan menurut hukum, sepanjang memenuhi syarat-syarat pembuktian, untuk dikabulkannya gugatan perceraian tersebut.

Jadi kesimpulan terhadap pertanyaan Istri mau cerai tapi suami tidak mau, agar gugatan perceraian dikabulkan oleh pengadilan maka syaratnya adalah: pertama lakukan musyawarah dengan keluarga sebagai upaya untuk merukunkan pasangan suami istri, kedua pastikan alasan yang diajukan sebagai dasar mengajukan gugatan perceraian memenuhi persyaratan sebagaimana diatur pasal 19 PP No. 9/1975, ketiga persiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan gugatan perceraian, kemudian keempat persiapkan saksi-saksi, dan terakhir keenam ajukan gugatan perceraian ke pengadilan, ikuti persidangannya dan berhasil membuktikan dalil-dalil gugatan di pengadilan.

Artikel Istri mau cerai tapi suami tidak mau diatas disusun oleh Kantor Advokat UHP, praktisi hukum keluarga yang mengantongi izin praktik pengacara sejak tahun 2002. Dengan berbagai pengalaman menangani perkara-perkara perceraian di pengadilan yang dimiliki, Kantor Advokat UHP memiliki dasar pengetahuan dan pengalaman yang sangat kuat untuk menangani dan menyelesaikan kasus perceraian di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.

Tidak terbatas pada kasus/perkara perceraian, Kantor Advokat UHP juga memiliki pengalaman-pengalaman menangani kasus sengketa waris, kasus tanah warisan yang dikuasai anak angkat namun tidak bersedia membagi waris, kasus tanah warisan/harta waris yang dijual ahli waris lain tanpa seijin ahli waris lain yang berhak, Gugatan Perdata Wanprestasi/Perbuatan Melawan Hukum, juga kasus-kasu Pidana.

Area layanan jasa hukum Kantor Advokat UHP meliputi Pengadilan Agama Lubuk Pakam di Deli Serdang, Pengadilan Agama Medan, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Deli Serdang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Agama Sei Rampah di Serdang Bedagai, Pengadilan Negeri Sei Rampah di Serdang Bedagai (Sergai), Pengadilan Agama Binjai, Pengadilan Negeri Binjai, Pengadilan Agama Tebing Tinggi, Pengadilan Negeri Tebing Tinggi dan Pengadilan Agama serta Pengadilan Negeri lainnya di Provinsi Sumatera Utara.

Untuk konsultasi hukum, online, atau tatap muka, silahkan hubungi nomor telepon 082168817800.